Powered By Blogger

Tuesday, 23 December 2014

Tidak bersikap fanatik buta


TIDAK BERSIKAP FANATIK BUTA
A.     Sekilas Pandang Tentang Fundamentalisme
Berbagai versi tentang masalalu dengan berbagai gambaran dan catatan telah membentuk dan mendorong berbagai gerakan dalam bidang agama, sosial, dan politik.
Mentalitas para fundamentalis dibentuk oleh sebuah mimpi yg menyedihkan, seperti pembunuhan, penyiksaan, dan pengusiran terhadap para mukmin.
Sebagian muslim, Kristen, yahudi telah menolak istilah fundamentalisme karena mengimplikasikan bahwa kalangan militan ini orang beriman sejati.
Untuk menggambarkan berbagai pandangan tentang masalalu dari para fundamentalis sebagai ” tersiksa “ akan riskan bagi pemahaman pengamat luar hilangnya arti penting dan fungsi dari sejarah bagaimana yang telah mereka pelajari.
Akibatnya sulit menimbulkan gerakan bersama dalam rangka menjadikan faktor – faktor keragaman menjadi suatu kekuatan sosial dan alat pemandirian rakyat.
       Gerakan fundamentalis keagamaan radikalisme adalah prinsip – prinsip atau praktik – praktik yang dilakukan secara radikal.
Radikalisme sering disejajarkan dengan istilah ekstremisme, militanisme, atau fundamentalisme.
       Lebih dari masyarakat umum, para aktivis fundamentalis terpikat oleh berbagai kejadian dalam sejarah dan menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk mendoktrin dan memilih para kader dengan berbagai pelajaran tentang moral dan politik.

B.   Terorisme dan Keniscayaan Pliralisme
Terorisme di Aceh dan fenomena Dolmatin membuktikan bahwa system regenerasi dalam jaringan terorisme bukan hanya merancang bom dan meledakkan bom bunuh diri.
Andaikata jaringan terorisme di aceh yg saat ini diburu Densus 88 bukan bukan termasuk komplotan mendiang Noordin M. top, pandangan politik dan keagamaan mereka tetap sama.
Munculnya jaringan terorisme di Aceh dan penyergapan mematikan terhadap dulmatin menunjukkan bahwa suburnya terorisme di Indonesia bukan karena pengaruh AL Qaeda.

1.    Kesenjangan Sosial
Selain penekanan keamanan yang dilakukan institusi Polri, pemerintah juga harus menghapus kesenjangan sosial, seperti kemiskinan, tingginya angka pengangguran, dan kebodohan.

2.    Hambatan – Hambatan dalam Dialog Antaragama
Kerja sama antarkeyakinan dimungkinkan melalui dialog antaragama sebagai disiplin yang ketat, jauh dari retorika kosong mengenai persaudaraan dan toleransi. Tujuan dialog  bukanlah untuk mengubah keyakinan pihak lain, juga bukan untuk membuktikan bahwa agama seseorang salah.
Setiap agama memiliki dua kecenderungan. Pertama bersifat tradisional, dogmatis, ritualistic, institusional, dan legal. Kedua bersifat liberal, spiritual, modernis, internal, individual, dan manusiawi. Pihak yang lain memahami bahwa pluralisme berlaku untuk semua kategori.


C.   Islam dan Pluralisme
Agama dan pluralisme seyogyanya perlu ditransformasikan dalam kehidupan beragama. Untuk menjauhi sifat – sifat ekstrem dalam hubungan keagamaan dan hubungan sosial dalam masyarakat, perlu dibangun nilai – nilai pluralisme.
Selanjutnya untuk mengenal makna lebih jauh tentang pluralisme dapat kita amati dan analisis sebagai berikut.

1.    Pluralisme makhluk Allah
Makhluk Allah ada manusia, jin, iblis dan malaikat yang tidak dapat dilihat oleh manusia. Dari keempat maklhuk Allah ini, manusia adalah yang termuda.

2.    Pluralisme suku bangsa
Manusia pertama adalahh Adam, kemudian diciptakan pasangannya. Keturunan mereka berkembang biak menjadi kelompok – kelompok kecil dan besar. Keturunannya, letak geografis, pilihan diri, kesamaan nasib, dan lain – lain telah membuat mereka terkotak – kotak menjadi suku – suku dan bangsa – bangsa.

3.    Pluralisme Bahasa
Pluralisme bahasa mengikuti pluralisme bangsa. Bangsa – bangsa berbudaya dan berperadaban melalui bahasa yang mereka ucapkan. Berbahasa adalah salah satu ciri kemanusiaan.

4.    Pluralisme agama
Pada dasarnya setiap manusia mempunyai kebebasan untuk meyakini agama yang dipilihnya dan beribadah menurut keyakinan tersebut, persis seperti termaktub dalam ayat (2) pasal 29 UUD 1945. Dalam Alquran banyak ayat yang berbicara tentang penerimaan petunjuk atau agama Allah.

5.    Pluralisme Sumber Daya
Faktor – faktor produksi yang bersifat manusiawi dan alami diberikan kepada setiap individu dan bangsa secara bebas, tetapi dengan cara yang berbeda dan tidak sama. Pronsip ini dapat dilihat dari Negara – Negara yang kaya dan miskin sumber daya alami dan manusiawi.
Berdasarkan Ketetapan Presiden No. 1 tahun 1965, yang kemudian dikukuhkan dalam UU No. 5 tahun 1969 negara hanya mengakui lima agama resmi, yaitu Islam, Kristen, katolik, Hindu, dan Buddha. Dengan kata lain, ada pengakuan terhadap pluralisme dan keragaman, tapi islam, sebagai faktor simbolik pembentuk yang mayoritas itu, ditempatkan menduduki puncak – puncak dalam pluralisme itu.

No comments:

Post a Comment