FIQIH
MUAMALAH
Disusun oleh:
Wahyudi
Safitriani
Yanna Riza
![](file:///C:\Users\Acer\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.gif)
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS
MALIKUSSALEH
FAKULTAS
EKONOMI, JURUSAN MANAJEMEN
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya
milik Allah, Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah saw. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam.
Agama sebagai
sistem kepercayaan dalam kehidupan umat
manusia dapat dikaji melalui berbagai sudut
pandang. Islam sebagai agama yang telah
berkembang selama empat belas abad lebih
menyimpan banyak masalah yang perlu
diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan
pemikiran keagamaan maupun realitas sosial,
politik, ekonomi dan budaya.
Makalah ini kami
susun agar pembaca lebih memahamai tentang kaidah-kaidah fiqih muamalah dalm
kehidupan sehari-hari dan kelak dapat mengamalkannya.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih
luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca. Saya sadar bahwa makalah
ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu penulis
memohon kritik beserta saran yang membangun untuk memperbaiki isi dari makalah
ini nantinya.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna di antara
ciptaan-NYA dan juga sebagai pemimpin dimuka bumi ini. Dari pengertian ini
biasanya disalah artikan oleh manusia itu sendiri, dengan cara bertindak
semaunya sendiri/seenaknya sendiri tanpa melihat apa ada yang dirugikan
disekeliling mereka. Artinya hanya peduli dengan kepentingannya sendiri tanpa
peduli pada kepentingan orang lain. Seperti contoh bermasyarakat khususnya
dengan tetangga, jika kita menyalakan radio selayaknya sesuai aturan jangan
sampai mengganggu tetangga kita, yang mana dari itu ketahuanlah bahwa kita
punya rasa tenggang rasa atau tidak. Jadi secara tidak lain kita sebagai warga
Negara yang baik harus taat pada aturan tertulis maupun yang tidak tertulis
seperti aturan dalam masyarakat. Khususnya bagi umat muslim selain harus taat
pada aturan-aturan tertulis maupun yang tidak tertulis, kita juga mempunyai
aturan agama yang memang wajib kita laksanakan jika ingin benar-benar menjadi
seorang muslim yang haqiqi yaitu fiqh.
Didalamnya mencakup seluruh sisi kehidupan individu
dan masyarakat, baik perekonomian, sosial kemasyarakatan, politik bernegara,
serta lainnya. Para ulama mujtahid dari kalangan para sahabat, tabi’in, dan
yang setelah mereka tidak henti-hentinya mempelajari semua yang dihadapi
kehidupan manusia dari fenomena dan permasalahan tersebut di atas dasar ushul
syariat dan kaidah-kaidahnya.
Berangkat dari sini, sudah menjadi kewajiban setiap
muslim dalam kehidupannya untuk mengenal dan mengamalkan hukum-hukum syariat
terkait dengan amalan tersebut. Seperti yang akan ditulis oleh pemakalah yaitu
tentang kaidah-kaidah fiqh bermuamalah yang bertujuan sebagai acuan/sandaran
kita dalam hubungan kepentingan antar sesama manusia.
B. Rumusan Masalah
1.
Pengertian fiqih
muamallah
2.
Hukum dalam bertransaksi
(jual beli)
3.
Akad dalam jual beli
4.
Pengamalan rukun-rukun
dan syarat jual beli
5.
Riba dalam kehidupan
masyarakat
6.
Masalah dalam bank,
asuransi, dan Multilevel marketing
C. Tujuan
penulisan
1.
Mengenal apa itu fiqih
muamalah
2.
Mengamalkan fiqih
muamalah
3.
Mengetahui konsep jual
beli dalam fiqih muamalah
4.
Menghindarkan diri dari
riba dalam kehidupan sehari-hari
5.
Mendiskusikan
permasalahan baru dalam fiqih muamalah seperti bank, asuransi dan multilevel
marketing
D. Keabsahan penulisan
Fiqih muamalah adalah bagian penting dari
kehidupan masyarakat Islam yang mengatur segala bentuk kehidupan duniawi
manusia. Sekian banyak bidang ilmu dalam fiqih muamalah kami menulis bidang
ekonomi sebab berdasarkan latar belakang penulis sebagai mahasiswa ekonomi.
Keabsahan penulisan serta keorisinilan makalah dapat penulis
pertanggungjawabkan berdasarkan pada sumber-sumber yang terpercaya baik
buku-buku fiqih maupun media internet.
BAB II
ISI
A. Pengertian
fiqih muamalah
Fiqih ialah ilmu yang menerangkan hukum-hukum
syariat islam yang diambil dari dalil-dalinya yang terperinci. Fiqih artinya
faham atau tahu. Menurut hasan ahmad alkhatib: fiqhul islami ialah sekumpulan hukum syara’ yang sudah
dibukukan dalam berbagai mazhab baik dari mazhab yang empat maupun mazhab
lainnya.
Secara bahasa kata muamalah adalah masdar dari kata ‘amala-yu’amilimu’amalatan
yang berarti saling bertindak saling berbuat dan saling beramal.
Pengertian
muamalah terbagi 2 :
1. Pengertian
dalam arti sempit yaitu aturan allah
yangmengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan
alat-alat keperluan jasmaninya dengan
cara yang paling baik.
2. Pengertian
dalam arti luas yaitu aturan-aturan hukum allah untuk mengatur manusia dalam
kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan social.
B.
Pembagian muamalah
Menurut ibn ‘abidin, fiqih muamalah
terbagi menjadi 5 bagian yaitu:
a.
Mu’awadlah maliyah ( hukum kebendaan)
b.
Munakahat ( hukum
perkawinan)
c.
Muhasanat ( hukum
acara)
d.
Amanah dan ‘aryah (pinjaman)
e.
Tirkah ( harta
peninggalan)
C.
Ruang lingkup fiqih
muamalah
1.
Bersifat adabiyah yaitu ijab dan Kabul, saling
meridhai tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban,
kejujuran pedagang, penipuan, pemalsuan, penimbunan, dan segala sesuatu yang
bersumber dari indra manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta dalam
hidup bermasyarakat.
2.
Bersifat madiyah yaitu masalah jual beli , sewa
menyewa,pinjaman, upah, dan ditambah beberapa masalah mu’ashirah sepeti masalah bunga bank, asuransi, kredit dan
lain-lain.
D. Perdagangan
Atau Jual Beli
Menurut
istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli adalah menukar barang
dengan barang atau baranf dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari
satu kepada yang lain atas dasar merelakan.
a. rukun
jual beli
Ada tiga
rukun dalam perdagangan (jual beli) yaitu:
1.
Adanya pihak-pihak yang melakukan transaksi, misalnya penjual dan pembeli,
penyewa dan pemberi sewa, pemberi jasa dan penerima jasa (orang yanng berakad)
2.
Adanya barang (maal) atau jasa (amal) yang menjadi obyek transaksi (objek akad)
3.
Adanya kesepakatan bersama dalam bentuk kesepakatan menyerahkan bersama dengan
kesepakatan menerima (ijab kabul)
4. Adanya nilai tukar barang atau harga
(menurut Jumhur ulama)
b. Syarat jual beli
a)
Madzab Hanafiyah
Menurut
Madzhab Hanafiyah ada empat macam syarat yang harus dipenuhi dalam jual beli,
yaitu:
1. Syarat
Akad (Syarat in ‘Aqad)
Diantara
syaratnya adalah orang yang melakukan akad harus cakap bertindak hukum, adanya
persesuaian antara ijab dan kabul, dan berlangsung dalam saru majlis akad,
harus ada barang yang diperjualbelikan, milik sendiri dan dapat di
serahterimakan.
2. Syarat
Shihhah
Syarat
shihhah adalah jual beli tersebut tidak boleh mengandung enam unsur yang
merusaknya, yaitu: jihalah ( ketidakjelasan), ikrah (paksaan), tauqid
(pembatasan waktu), gharar (tipu daya),
dharar (aniaya), dan persyaratan yang merugikan orang lain.
3. Syarat
Nafadz
Ada dua
syarar dalam syarat nafadz yaitu adanya unsur milkiyah atau wilayah dan benda
yang diperjualbelikan dan benda yang diperjualbelikan bukan hak orang lain.
4. Syarat
Luzum
Yaitu
tidak adanya khiyar yang memberikan pilihan kepada masing-masing pihak untuk
membatalkan atau meneruskan jual beli.
b)
Madzhab Malikiyah[2]
Fuqoha Malikiyah merumuskan tiga macam syarat jual beli
yaitu:
1. Syarat yang berkaitan dengan orang yang
berakad (‘Aqid), adalah harus mumayyiz, cakap hukum, berakal sehat, dan pemilik
barang.
2. Syarat yang berkaitan dengan Shigat
(lafal ijab kabul). Adalah dilaksanakan dalam satu majlis dan antara ijab dan
kabul idak terputus.
3. Syarat yang berkaitan dengan objeknya,
yaitu barang yang diperjualbelikan tidak dilarang oleh syara’, suci, bermanfaat,
diketahui oleh ‘aqid dan dapat diserahterimakan.
c)
Madzhab Syafi’yah
Menurut fuqoha Syafi’yah syaratnya adalah:
1. Syarat yang berkaitan dengan ‘Aqid
yaitu baligh, berakal dan cakap hukum, tidak dipaksa, Islam dalam hal jual
beli mushaf dan kitab hadist, tidak
kafir harbi dalam hal jual beli peralatan perang.
2. Syarat yang berkaitan dengan ijab kabul, yaitu : berupa percakapan dua pihak, pihak
pertama menyatakan barang dan harganya, qabul dinyatakan oleh pihak kedua,
antara ijab dan kabul tidak terputus dengan percakapan lain, kalimat qabul
tidak berubah dengan qabul yang baru, terdapat kesesuaian antara ijab dan
kabul, shigat akad tidak digantungkan dengan sesuatu yang lain, dan tidak
dibatasi oleh periode waktu tertentu.
3. Syarat yang berhubungan dengan objek
jual beli adalah harus suci, dapat diserah terimakan, dapat dimanfaatkan secara
syara’, hak milik sendiri atau milik orang lain dengan kuasa atasnya, berupa
materi dan sifat-sifatnya dapat dinyatakan secara jelas.
d)
Madzhab Hanabillah
Fuqaha
Hanabilah merumuskan tiga kategori persyaratan, yaitu:
1. Yang
berhubungan dengan ‘aqid adalah harus baligh dan berakal sehat kecuali dalam
jual beli barang-barang yang ringan, dan harus ada kerelaan.
2. Syarat yang berkaitan dengan shigat yaitu harus berlangsung
dalam satu majlis, antara ijab dan qabul tidak terputus dan akadnya tidak
dibatasi dengan periode waktu tertentu.
3. Syarat yang berkaitan dengan objek
adalah berupa mal atau harta, milik para pihak, dapat diserahterimakan,
dinyatakan secara jelas oleh para pihak, harga dinyatakan secara jelas dan
tidak ada halangan syara’.
c. Dilarangnya
jual beli
Jual beli terlarang apabila terdapat
unsur-unsur sebagai berikut:
1. Haram, artinya tidak sah menjual
barang-barang najis seperti anjing, babi, dan lainnya, sementara anjing untuk
berburu diperbolehkan.
2. Tidak memberi manfaat menurut syara’,
maka dilarang jual beli benda-benda yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut
syara’ seperti babi, kalajengking, cicak, dan lain-lain.
3. Ditaklikan, yaitu dikaitkan atau
digantungkan kepada hal-hal lain, seperti jika ayahku pergi, kujual motor ini.
4. Waktunya dibatasi, seperti perkataan
kujual motor ini kepada tuan selama 1 tahun, maka penjualan tersebut tidak sah
sebab jual beli merupakan salah satu sebab kepemilikan secara penuh yang tidak
dibatasi apapun kecuali ketentuan syara’
5. Tidak dapat diserahan kembali, seperti
menjual binatang yang sudah lari dan tidak bisa ditangkap lagi.
6. Tidak memilikinya, artinya tidak sah
menjual suatu barang orang lain tanpa seizin pemiliknya[3][4]
d. Jual beli
yang terlarang tapi sah
Ada beberapa jual beli yang dilarng
oleh agama, tetapi sah dilakukan dan orang yang melakukannya mendapat dosa.
1. Menemui
kafilah yang hendak kepasar untuk membeli barang-barangnya dengan harga
semurah-murahnya sebelum mereka tau harga pasaran. Kemudian menjualnya dengan
harga yang setinggi-tingginya. Perbuatan ini menyulitkan orang lain apalagi
bila barang yang dibawa adalah keperluan pokok seperti makanan, pakaian, dan
lain-lain.
2. Menawar
barang yang sedang ditawar oleh orang lain sebelum ada ketetapan harganya.
Seseorang berkata pada pedagang barang, “tolaklah harga tawarannya itu, aku
akan membeli dengan harga yang lebih mahal”. Hal ini dilarang agama karena
menyakitkan orang lain.
3. Bi
Najasyi, menambah atau melebihi harga, tetapi bukan bermaksud hendak
membeli, melainkan memancing orang lain untuk membeli barang tersebut. Hal ini
banyak ditemui dikalangan pedagang yang bekerja sama dalam menjual suatu
barang. Perbuatan inni dilarang karena menyakitkan hati pembeli.
4. Menjual
diatas penjualan orang lain. Seseorang berkata kepada si pembeli
“kembalikan saja barang itu, aku akan menjual barangku deengan harga yang lebih
murah”. Hal ini dilarang agama karena menyakitkan hati si penjual.
e. Khiyar
dalam jual beli
Khiyar
adalah pemberian hak memilih kepada orang-orang yang melakukan transaksi untuk
melanjutkan transaksi atau tidak. Hal ini dilakukan untuk menjamin kerelaan dan
kepuasan timbal baik pihak-pihak yang melakukan jual beli. Menurut
Islam, hak khiyar dalam jual beli itu diperbolehkan, karena suatu keperluan
yang mendesak dalam mempertimbangkan kemaslahatan masing-masing pihak yang
melangsungkan transaksi.
Macam-macam khiyar:
1. Khiyar majlis
Hak pilih dari kedua belah pihak yang
berakad untuk melanjutkan atau membatalkan akad, selama keduanya masih berada
dalam majlis akad.
2. Khiyar ‘aib
Yaitu hak untuk membatalkan atau melangsungkan jual beli bagi kedua belah
pihakyang berakad apabila terdapat suatu cacat pada objek yang diperjual
belikan, dan cacat itu tidak diketahui pemiliknya ketika akad berlangsung.(fiqh
muamalah, abdul Rahman dkk, h.100).
3. Khiyar Ru’yah
Yaitu hak pilih bagi pembeli untuk
menyatakan berlaku atau batal jual beli yang ia lakukan terhadap suatu objek yang
belum ia lihat ketika akad berlangsung. Jumhur ulama mengataklan bahwa khiyar
ini diperbolehkan dengan alasan objek yang akan dibeli itu tidak ada di tempat
berlangsungnya akad.
4. Khiyar syarat
Yaitu
hak pilih yang dijadikan syarat oleh keduanya atau salah seorang dari keduanya
sewaktu terjadi akad untuk meneruskan atau membatalkan akadnya itu agar
dipertimbangkan setelah sekian hari. Lama syarat yang diminta paling lama tiga
hari.
5. Khiyar ta’yin
Yaitu hak pembeli dalam menentukan barang yang berkualitas
dalam jual beli. Menurut jumhur ulama khiyar seperti ini tidak sah karena dalam
akad jual beli ada ketentuan bahwa barang yang diperdagangkan harus jelas, baik
kualitasnya maupun kuantitasnya. Oleh karena itu jumhur ulama memasukkannya
dalam kategori jual beli al-ma’dum ( tidak jelas identitasnya).
Namun ulama hanafiyah membolehkan
khiyar ini dengan alasan bahwa produk sejenis yang berbeda kualitas sangat
banyak dan tidak diketahui secara pasti oleh pembeli sehingga ia memerlukan
bantuan seorang pakar. Namun ada tiga syarat, yaitu:
- Pilihan dilakukan terhadap barang sejenis yang
berbeda kualitas dan sifatnya
- Barang itu berbeda sifat dan nilainya
- Tenggang waktu untuk khiyar ta’yin harus
ditentukan, yaitu tidak boleh lebih dari tiga hari
E. Riba
Menurut
bahasa riba adalah suatu perbuatan meminta tambahan atau membungakan dari
sesuati yang dihutangkan. Menurut Syaikh Muhammad Abduh yang dimaksud dengan
riba adalah penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki
harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran janji
pembayaran oleh pminjam dari waktu yang ditentukan.
Macam-macam riba:
a) Riba Fadhl
Adalah
jual beli hyang disertai adanya tambahan salah satu pengganti ( penukar ) dari
lainnya. Dengan kata lain, tambahan berasal dari penukar paling akhir,
berlebihan timbangannya pada barang-barang yang ditimbang, berlebih takarannya
pada barang-barang yang ditakar, berlebih ukurannya pada barang-barang yang
diukur. Riba ini terjadi pada barang yang sejenis, seperti menjual satu
kilogram kentang dengan satu setengah kilogram kentang.
b)
Riba Yad
Adalah
jual beli dengan mengakhirkan penyerahan ( al – qabdu ) , yakni bercerai –
berai antara dua orang yang akad sebelum timbang terima, seperti menganggap
sempurna jual beli antara gandum dengan sya’ir tanpa harus saling menyerahkan
dan menerima ditempat akad.
c)
Riba Nasi’ah
Adalah
jual beli yang pembayarannya diakhirkan, tetapi ditambahkan harganya.
1. Bank Konvensional dan Riba
Menurut
UU No.10 tahun 1992 tentang bank, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan menurut Dr. Fuad Moh.
Fachruddin, bank adalah suatu perusahaan yang memperdayagunakan hutang-piutang,
baik yang merupakan uangnya sendiri maupun orang lain.
Karena
bank adalah masalah baru dalam khazanah hukum Islam, maka para ulama masih
memperdebatkan keabsahan sebuah bank.berikut ini beberapa pandangan mengenai
hukum perbankan, yaitu mengharamkan, tidak mengharamkan, dan syubhat
(samar-samar). Bank sendiri saat ini terbagi dalam 2
golongan yaitu bank konvensional dan bank syariah.
Bank konvensional adalah bank yang
menggunakan sistem bunga kepada nasabahnya. Banyak para ulama yang mengharamkan
bank jenis ini sebab pemakaian sistem bunga merupakan riba nasi’ah namun
kecuali jika keadaan mendesak.
Beberapa produk Bank Konvensional
antara lain Simpana, giro, cek, tabungan, deposito inkaso, dan lain-lain.
Penambahan
produk bank konvensional, menurut tinjauan fiqih muamalah, berkaitan dengan
sejumlah bentuk muamalah dan terpulang pada kedudukan bunga yang dianut oleh
bank itu sendiri dan bentuk produknya.
Diharamkannya
riba karena dua hal :
a. Adanya kedhaliman, yaitu adanya keuntungan yang tidak sebanding. Sebenarnya
kelebihan itu bukan sebab keharaman riba, melainkan karena adanya unsure
kedhaliman.
b. Adanya eksploitasi dalam kebutuhan pokok atau adanya gharar,
ketidakpasstian, dan spekulasi yang tinggi.
Oleh
karena itu, bunga bank tidak diharamkan selama tidak mengandung dua unsure
diatas.
2. Asuransi Konvensional
Kata
asuransi ini dalam bahasa inggris disebut Insurance dan
dalam bahasa prancis disebut Assurance. Sedangkan dalam bahasa
arab disebut at-Ta’mien. Asuransi ini didefinisikan dalam kamus
umum bahasa Indonesia sebagai perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu akan
membayar uang kepada pihak yang lain, bila terjadi kecelakaan dan sebagainya, sedang
pihak yang lain itu akan membayar iuran.
Masalah asuransi dalam pandangan
Islam juga masih perlu dikaji sebab tidak dijelaskan Oleh Alquran dan Al-sunnah
secara eksplisit.
Ulama-ulama yang mengharamkan
asuransi beralasan bahwa:
·
Asuransi pada hakikatnya
sama dengan judi
·
Mengandung unsur
yang tidak jelas/pasti
·
Mengandung unsur
riba
·
Premi-premi yang
telah dibayarkan oleh pemegang polis diputar dalam praktik riba
·
Hidup matinya
manusia dijadikan objek bisnis yang berarti mendahului takdir Allah.
Sementara
ulama-ulama yang membolehkan beralasan bahwa:
·
Tidak ada nash
Alquran dan nash Al Hadist yang melarang asuransi
·
Kedua belah pihak
berjanji dengan penuh kerelaan
·
Asuransi digunakan
untuk kemaslahatan umumdan kepentingan bersama.
·
Asuransi menjaga
manusia dari kecelakaan harata benda, kekayaan, dan kepribadian.
3.
Multilevel Marketing (MLM)
Di
sistem ini seorang konsumen harus mampu merekrut konsumen (jaringan) dibawahnya
disebut frontline (jaringan/kaki pertama) dan downline atau upline
(jaringan/kaki kedua dan seterusnya) dan ia akan menerima keuntungan
(prosentase) dari setiap pembelanjaan downline tersebut. Semakin banyak
jaringan (downline) maka semakin besar pula keuntungan yang akan diterima
olehnya. Bila mampu mencapai titik tertentu sesuai persyaratan, ia akan
menduduki suatu posisi dan akan menerima bonus yang telah ditentukan. Cara ini
memutus tahapan diatas, yakni dari pabrik langsung kepada konsumen yang
sekaligus bisa menjadi distributor. Mengenai harga, tetap seperti diatas hanya
kelebihan harga pabrik tersebut menjadi keuntungan distributor.
[5]Pada
kenyataannya ada tiga macam bentuk yang berkaitan dengan bisnis MLM :
a. MLM yang tidak menjual produk, biasa disebut money game (permainan uang). Contoh: Pihak MLM menawarkan sebuah sepeda motor merk x hanya dengan menyetor uang Rp. 2.000.000 dengan syarat harus bisa menjaring sebanyak sepuluh orang yang masing-masing harus menyetorkan uang sebesar Rp. 2.000.000 pula. la akan menerima sepeda motor tersebut setelah mampu menjaring sepuluh orang, dan bila tidak, maka uang tersebut hangus. Demikian seterusnya. MLM jenis ini haram sebab berupa penipuan yang nyata.
b. Perusahaan MLM, ialah suatu perusahaan yang menjual produk orang lain dengan sistern MLM, yakni ia membeli suatu produk dari pabrik kemudian memasarkannya dengan sistem MLM. Perusahaan MLM ini kadang-kadang [6]mengakibatkan harga menjadi tidak wajar (diatas harga pasar) dan kadang-kadang kabur entah kemana, sehingga banyak yang tidak pernah menerima bonus yang dijanjikan dan jaringan yang paling bawah tidak bisa mengembangkan lagi jaringan. MLM jenis ini hukumnya boleh, hanya calon konsumen (calon anggota MLM tersebut) harus berhati-hati karena harga barang menjadi tidak wajar, dan kadang-kadang bisa bangkrut.
c. Perusahaan yang memasarkan produknya dengan sistem Penjualan Berjenjang (Network Marketing).
Adalah sebuah perusahaan yang menjual produknya dengan sistem berjenjang, sehingga setiap konsumen di perusahaan tersebut adalah juga seorang distributor. Dimana akan mendapatkan keuntungan sesuai dengan jumlah jaringan dan omzet yang dicapai sesuai dengan sistem marketing yang disetujui sejak awal. Dengan harga produk yang cukup wajar. MLM jenis ini hukumnya shah / halal. Adanya bonus yang dijanjikan, disamakan dengan ju’alah.
a. MLM yang tidak menjual produk, biasa disebut money game (permainan uang). Contoh: Pihak MLM menawarkan sebuah sepeda motor merk x hanya dengan menyetor uang Rp. 2.000.000 dengan syarat harus bisa menjaring sebanyak sepuluh orang yang masing-masing harus menyetorkan uang sebesar Rp. 2.000.000 pula. la akan menerima sepeda motor tersebut setelah mampu menjaring sepuluh orang, dan bila tidak, maka uang tersebut hangus. Demikian seterusnya. MLM jenis ini haram sebab berupa penipuan yang nyata.
b. Perusahaan MLM, ialah suatu perusahaan yang menjual produk orang lain dengan sistern MLM, yakni ia membeli suatu produk dari pabrik kemudian memasarkannya dengan sistem MLM. Perusahaan MLM ini kadang-kadang [6]mengakibatkan harga menjadi tidak wajar (diatas harga pasar) dan kadang-kadang kabur entah kemana, sehingga banyak yang tidak pernah menerima bonus yang dijanjikan dan jaringan yang paling bawah tidak bisa mengembangkan lagi jaringan. MLM jenis ini hukumnya boleh, hanya calon konsumen (calon anggota MLM tersebut) harus berhati-hati karena harga barang menjadi tidak wajar, dan kadang-kadang bisa bangkrut.
c. Perusahaan yang memasarkan produknya dengan sistem Penjualan Berjenjang (Network Marketing).
Adalah sebuah perusahaan yang menjual produknya dengan sistem berjenjang, sehingga setiap konsumen di perusahaan tersebut adalah juga seorang distributor. Dimana akan mendapatkan keuntungan sesuai dengan jumlah jaringan dan omzet yang dicapai sesuai dengan sistem marketing yang disetujui sejak awal. Dengan harga produk yang cukup wajar. MLM jenis ini hukumnya shah / halal. Adanya bonus yang dijanjikan, disamakan dengan ju’alah.
Yang perlu diperhatikan dalam MLM ini adalah
1. Bagi
calon anggota, hendaknya memahami prosedur dan peraturan yang berlaku pada MLM
2. Bagi siapapun hendaknya tidak membeli barang yang tidak diperlukan karena termasuk israf yang dilarang oleh Islam.
2. Bagi siapapun hendaknya tidak membeli barang yang tidak diperlukan karena termasuk israf yang dilarang oleh Islam.
IFANCA (The Islamic Food and
Nutrition of America) mengingatkan umat Islam untuk meneliti dahulu
kehalalan suatu bisnis MLM sebelum bergabung ataupun menggunakannya. Yaitu,
dengan mengkaji aspek:
1. Marketing Plan-nya, apakah ada unsur skema piramida atau tidak. Kalau ada unsur piramida yaitu distributor yang lebih duluan masuk selalu diuntungkan dengan mengurangi hak distributor belakangan sehingga merugikan down line di bawahnya, maka hukumnya haram.
2. Apakah perusahaan MLM, memiliki track record positif dan baik. Ataukah tiba-tiba muncul dan misterius, apalagi yang banyak kontroversinya.
3. Apakah produknya mengandung zat-zat haram ataukah tidak, dan apakah produknya memiliki jaminan untuk dikembalikan atau tidak.
4. Apabila perusahaan lebih menekankan aspek targeting penghimpunan dana dan menganggap bahwa produk tidak penting atau hanya sebagai kedok, apalagi uang pendaftarannya cukup besar nilainya, maka patut dicurigai sebagai arisan berantai (money game) yang menyerupai judi.
5. Apakah perusahaan MLM menjanjikan kaya mendadak tanpa bekerja ataukah tidak demikian.
1. Marketing Plan-nya, apakah ada unsur skema piramida atau tidak. Kalau ada unsur piramida yaitu distributor yang lebih duluan masuk selalu diuntungkan dengan mengurangi hak distributor belakangan sehingga merugikan down line di bawahnya, maka hukumnya haram.
2. Apakah perusahaan MLM, memiliki track record positif dan baik. Ataukah tiba-tiba muncul dan misterius, apalagi yang banyak kontroversinya.
3. Apakah produknya mengandung zat-zat haram ataukah tidak, dan apakah produknya memiliki jaminan untuk dikembalikan atau tidak.
4. Apabila perusahaan lebih menekankan aspek targeting penghimpunan dana dan menganggap bahwa produk tidak penting atau hanya sebagai kedok, apalagi uang pendaftarannya cukup besar nilainya, maka patut dicurigai sebagai arisan berantai (money game) yang menyerupai judi.
5. Apakah perusahaan MLM menjanjikan kaya mendadak tanpa bekerja ataukah tidak demikian.
BAB
II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fiqih muamalah merupakan salah satu dari bagian
persoalan hukum Islam seperti yang lainnya yaitu tentang hukum ibadah, hukum
pidana, hukum peradilan, hukum perdata, hukum jihad, hukum perang, hukum damai,
hukum politik, hukum penggunaan harta, dan hukum pemerintahan.
Ruang lingkup fiqih
muamalah adalah seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan hokum-hukum islam
yang berupa peraturan-peraturan yang berisi perintah atau larangan seperti
wajib,sunnah,haram,makruh dan mubah.hokum-hukum fiqih terdiri dari hokum-hukum
yang menyangkut urusan ibadah dalam kaitannya dengan hubungan vertikal antara
manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya. Ruang linkup
fiqh muamalah terdiri dari dua yaitu fiqh muamalah yang bersifat adabiyah dan madiyah.
B. Kritik dan Saran
Makalah yang penulis buat ini adalah hasil dari
analisa penulis dari berbagai sumber buku yang ada. Kiranya terdapat kesalahan
dalam penulisan makalah ini mohonlah penulis dimaafkan, dan penulis sangat
mengharapkan apresiasi dari pembaca baik berupa kritik maupun saran yang
bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Suhendi Hendi.2010. Fiqih Muamalah, Jakarta; Rajawali Pers
Mas’ud Ibnu, dan Zainal Abidin. 2007. Fiqih Madzhab Syafi’i,
Bandung, Pustaka Setia
http://amieavrily.blogspot.com/2013/05/fiqih-muamalah-jual-beli-dan-khiyar.html (dikutip 07 April 2015)
http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/mlm-dalam-tinjauan-syariat-islam-fiqh-muamalah/ (dikutip 12 April 2015sss
No comments:
Post a Comment