Powered By Blogger

Friday, 11 December 2015

MAKALAH PRINSIP PRODUKSI DALAM ISLAM



PRINSIP PRODUKSI DALAM ISLAM

Disusun oleh:
Wahyudi
Rauzatul Jannah
Yanna Riza


 




  


KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
FAKULTAS EKONOMI dan BISNIS,
JURUSAN MANAJEMEN

BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Produksi, distribusi dan konsumsi sesungguhnya merupakan satu rangkaian kegiatan ekonomi yang tidak bisa dipisahkan. Ketiganya memang saling mempengaruhi, namun harus di akui bahwa produksi merupakan titk pangkal dari kegiatan tersebut. Tidak akan ada distribusi tanpa produksi. Dari teori makro kita memperoleh informasi, kemajuan ekonomi pada tingkat individu maupun bangsa lebih dapat di atur dengan tingkat produktivitasnya,daripada kemewahan konsumtif mereka. Atau dengan kemampuan ekspornya ketimbang agregat impornya.
Dari sisi pandang konvensional, biasanya produksi di lihat dari tiga hal, yaitu: apa yang di produksi, bagaimana memproduksinya, dan untuk siapa barang /jasa diproduksi. Cara pandang ini untuk memastikan bahwa kegiatan produksi cukup layak untuk mencapai skala ekonomi. Dalam berproduksi itu tadi, ekonomi konvensional menempatkan tenaga kerja sebagai salah satu dari emapt faktor produksi; tiga faktor produksi lainya adalah sumber alam, modal dan keahlian. Dalam memandang faktor tenaga kerja inilah terdapat sejumlah perbedaan. Paham ekonomi sosialalis misalnya memang mengakui faktor tenaga kerja merupakan faktor penting. Namun paham ini tidak memeberikan pengakuan dan penghargaan hak milik individu, sehingga faktor tenaga kerja atau manusia turun derajatnya menjadi sekedar pekerja atau kelas pekerja. Sedangkan paham kapitalis, yang saat ini menguasai dunia,memandang modal atau kapital sebagai unsur yang  terpenting dan oleh sebab itu, para pemilik modal atau para kapitalislah yang menduduki tempat yang sangat strategis dalam ekonomi kapitalis.
Ekonomi konvensional juga kadang melupakan kemana produksinya mengalir. Sepanjang efesiensi ekonomi tercapai dengan keuntungan yang memadai, umumnya mereka sudah puas. Bahwa ternyata produknya hanya dikonsumsi kecil masyarakat kaya, tidaklah menjadi kerisauan system ekonomi konvensional.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Produksi Dalam Pandangan Islam ?
2.      Apa Pengertian Produksi ?
3.      Apa  Tujuan  Produksi Menurut Islam ?
4.      Bagaimana Motif Berproduksi dalam Islam ?
5.      Bagaimana Nilai-nilai Islam dalam Berproduksi ?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Produksi
              Produksi adalah menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula. Dalam pengertian lain, produksi adalah sebuah proses yang terlahir di muka buni ini semenjak manusia menghuni planet ini. Produksi sangat prinsip bagi kelangsungan hidup dan juga peradaban manusia dan bumi. Ada juga yang berpendapat bahwa produksi adalah kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen.
              Fungsi produksi adalah hubungan antara jumlah input yang diperlukan dan jumlah output yang dapat dihasilkan.Fungsi produksi menentukan berapa besar output, dengan kandungan berkah tertentu, bisa diproduksi dengan input-input yang disuplai ke dalam proses produksi dan dengan jumlah modal/kapital yang tertentu. 
              Produksi yang Islami menurut siddiqi (1992) adalah penyediaan barang dan jasa dengan memperhatikan nilai-nilai keadilan dan kebijakan atau manfaat (mashlahah) bagi masyarakat. Dalam pandangannya, sepanjang produsen telah bertindak adil dan membawa kebijakan bagi masyarakat maka ia telah bertindak Islami.
B.     Produksi Dalam Pandangan Islam
        Prinsip dasar ekonomi Islam adalah keyakinan kepada Allah SWT sebagai Rabb dari alam semesta. Ikrar akan keyakinan ini menjadi pembuka kitab suci umat Islam, dalam ayat:
"Dan dia Telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.” (al-Jaatsiyah: 13)[1]
Islam juga mengajarkan bahwa sebaik-baiknya orang adalah orang yang banyak manfaatnya bagi orang lain atau masyarakat. Fungsi beribadah dalam arti luas ini tidak mungkin dilakukan bila seseorang tidak bekerja atau berusaha. Dengan demikian, bekerja dan berusaha itu menempati posisi dan peranan yang sangat penting dalam Islam.
Bagi Islam, memproduksi sesuatu bukanlah sekedar untuk mengkonsumsi sendiri atau dijual ke pasar. Dua motivasi itu belum cukup, karena masih terbatas pada fungsi ekonomi. Islam secara khas menekankan bahwa setiap kegiatan produksi harus pula mewujudkan fungsi sosial. Ini tercermin dalam QS. Al-hadiid (57) ayat 7:
“Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah Telah menjadikan kamu menguasainya.[7] Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” QS: Al-hadiid (57) : 7.
Sebagai modal dasar berproduksi, Allah telah menyediakan bumi beserta isinya bagi manusia, untuk diolah bagi kemaslahatan bersama seluruh umat. Hal itu terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 22:
“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah[8], padahal kamu Mengetahui”. QS: Al-Baqarah : 22.
C.     Prinsip-prinsip Produksi Dalam Ekonomi Islam
Menurut Yusuf Qardhawi, faktor produksi yang utama menurut Al-Qur’an adalah alam dan kerja manusia. Produksi merupakan perpaduan harmonis antara alam dengan manusia. Firman Allah dalam surat Huud ayat 61:
Dia telah Menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, sesungguhnya Tuuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)”
Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah SAW, membrikan arahan megenai prinsip-prinsip produksi sebagai berikut:
1.      Tugas manusia di muka bumi sebagai khalifah Allah adalah memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalnya. Allah menciptakan bumi dan langit beserta segala apa yang ada di antara keduanya karena sifat Rahmaan dan Rahiim-Nya kepada manusia. Karenanya sifat tersebut juga harus melandasi aktivitas manusia dalam pemanfaatan bumi dan langit dan segala isinya.
2.      Islam selalu mendorong kemajuan di bidang produksi. Menurut Yusuf Qardhawi, Islam membuka lebar penggunaan metode ilmiah yang didasarkan pada penelitian, eksperimen, dan perhitungan. Akan tetapi Islam tidak membenarkan penuhanan terhadap hasil karya ilmu pengetahuaan dalam arti melepaskan dirinya dari Al-Qur’an dan Hadist.
3.      Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia. Nabi pernah bersabda:”Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian”.
4.      Dalam berinovasi dan bereksperimen, pada prinsipnya agama Islam menyukai kemudahan, pada prinsipnya agama Islam menyukai kemudahan, menghindari mudarat dan memaksimalkan manfaat. Dalam Islam tidak terdapat ajaran yang memerintahan membiarkan segala urusan berjalan dalam kesulitannya, karena pasrah kepada keberuntungan atau kesialan, karena berdali dengan ketetapan dan ketentuan Allah, atau karena tawakal kepada-Nya, sebagaimana keyakinan yang terdapat di dalam agama-agama selain Islam. Sesungguhnya Islam mengingkari itu semua dan menyuruh bekerja dan berbuat, bersikap hati-hati dan melaksanakan selama persyaratan. Tawakal dan sabar adalah konsep penyerahan hasil kepada  Allah Swt. Sebagai pemilih hak prerogratif yang menentukan segala sesuatu setelah segala usaha dan persyaratan dipenuhi dengan optimal.
Adapun kaidah-kaidah dalam berproduksi anatara lain adalah:
1.      Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
2.       Mencegah kerusakan dimuka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara keserasian, dan ketersediaan sumber daya alam.
3.       Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta mencapai kemakmuran. Kebutuhan yang harus dipenuhi harus dalam prioritas yang ditetapkan agama, yakni terkait dengan kebutuhan untuk tegaknya akidah/agama, terpeliharanya nyawa, akal dan keturunan/kehormatan, serta untuk kemakmuran material.
4.      Produkksi dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat. Untuk itu hendaknya umat memiliki berbagai keahlian, kemampuan dan prasarana yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan sprituak dan material.
5.      Meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik kualitas spiritual maupun mental dan fisik.


D.    Tujuan Produksi menurut Islam
Sebagaimana telah dikemukakan, kegiatan produksi merupakan respon terhadap kegiatan konsumsi, atau sebaliknya. Produksi adalah kegiatan menciptakan suatu barang atau jasa, sementara konsumsi adalah pemakaian atau pemanfaatan hasil dari produksi tersebut. Kegiatan produksi dan konsumsi merupakan sebuah mata rantai yang saling berkait satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, kegiatan produksi harus sepenuhnya sejalan dengan kegiatan konsumsi. Apabila keduanya tidak sejalan, maka tentu saja kegiatan ekonomi tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan.
ujuan seorang konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa dalam persfektif ekonomi Islam adalah mencari mashlahah maksimum dan produsen pun juga harus demikian. Dengan kata lain, tujuan kegiatan produksi adalah menyediakan barang dan jasa yang memberikan mashlahah bagi konsumen. Secara lebih spesifik, tujuan kegiatan produksi adalah meningkatkan kemashlahatan yang bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk di antaranya:
1.      Pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkat moderat
2.      Menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya.
3.      Menyiapkan persediaan barang dan jasa di masa depan.
4.      Pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah SWT.

E.     Nilai-nilai Islam Dalam Berproduksi[2]
Upaya produsen untuk memperoleh mashlahah yang maksimum dapat terwujud apabila produsen mengaplikasikan nilai-nilai Islam. Dengan kata lain, seluruh kegiatan produksi terkait pada tatanan nilai moral dan teknikal yang Islami, sebagaimana dalam kegiatan konsumsi. Metwally (1992) mengatakan, “perbedaan dari perusahaan-perusahaan non Islami tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi pasarnya”.
Nilai-nilai Islam yang relevan dengan produksi dikembangkan dari tiga nilai utama dalam ekonomi Islam, yatiu: khalifah, adil, dan takaful. Secara lebih rinci nilai-nilai Islam dalam produksi meliputi:
1.      Berwawasan jangka panjang, yaitu berorientasi pada tujuan akhirat.
2.       Menepati janji dan kontrak, baik dalam lingkup internal atau eksternal.
3.       Memenuhi takaran, ketepatan, kelugasan, dan kebenaran.
4.      Berpegang teguh pada kedisiplinan dan dinamis.
5.       Memuliakan prestasi atau produktivitas.
6.      Mendorong ukhuwah antar sesama pelaku ekonomi.
7.       Menghormati hak  milik induvidu.
8.      Mengikuti syarat sah dan rukun akad atau transaksi.
9.      Adil dalam bertrnsaksi.
10.  Memiliki wawasan sosial.
11.  Menghindari jenis dan proses produksi yang diharamkan dalam Islam.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Secara teknis produksi adalah proses mentransformasi input menjadi output, tetapi definisi produksi dalam pandangan ekonomi jauh lebih luas. Kegiatan produksi dalam persfektif ekonomi Islam pada akhirnya mengerucut pada manusia dan eksistensinya, yaitu mengutamakan harkat manusia.
                Tujuan kegiatan produksi adalah menyediakan barang dan jasa yang memberikan mashlahah maksimum bagi konsumen yang di wujudkan dalam pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkat moderat, menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya, menyiapkan persediaan barang dan jasa di masa depan, serta memenuhi sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah.
                Produsen dalam pandangan ekonomi Islam adalah mashlahah maximizer. Mencari keuntungan melalui produksi dan kegiatan bisnis lain memang tidak dilarang, sepanjang berada dalam bingkai tujuan dan hukum Islam. Mashlahah bagi produsen terdiri dari dua komponon, yaitu keuntungan dan keberkahan.
                Seluruh kegiatan produksi terikat pada tatanan nilai moral dan teknikal yang Islami, sebagimana juga dalam kegiatan konsumsi. Secara lebih rinci nilai-nilai ini misalnya adalah berwawasan jangka panjang, yaitu berorientasi pada tujuan akhirat.


DAFTAR PUSTAKA

Mustafa Edwin Nasution, M.Sc,MAEP, Ph.D. et al. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana, 2006., cet.I


[1] Mustafa Edwin Nasution,Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, kencana, jakarta 2006, hlm 104

 

No comments:

Post a Comment